Telah Rilis Single Emosional Petrichore Band Asal Kotamobagu

Imam Muharis 14 Maret 2024

Kiblat bermusik Petrichore dipengaruhi oleh karya-karya dari Bring Me The Horizon hingga Killing Me Inside, era vokal Faizal Permana. Nuansa screamo yang sangat terasa, pastinya akan membuat para pendengar yang sudah berumur akan merasa nostalgia.

Dunia kreavititas dan skena musik Kota Kotamobagu memang sedang naik daun dan banyak melahirkan talenta dan nama baru dalam mewarnai industri permusikan independen. Salah satu talenta yang tidak boleh dilewatkan karya mereka adalah Petrichore.

Nama mereka kian dikenal para penikmat musik Bolaang Mongondow Raya berkat penampilan mereka di beberapa event yang berlangsung belakangan ini. Penampilan mereka yang powerfull saat live, membuat nama mereka kian terangkat di skena permusikan lokal.

Tentang Petrichore

Petrichore
Petrichore saat di panggung. Sumber: Istimewa.

Terbentuk pada Bulan Agustus tahun 2023, mereka memilih nama Petrichore yang berasal dari Bahasa Yunani. Dalam Bahasa Indonesia sendiri bisa diartikan sebagai ango atau ampu yang bermakna sebagai aroma alami saat hujan jatuh ke tanah. Beranggotakan Ipi (clean vocal), Aji (dirty vocal), Bayu (drum), Irwin (guitar 1), Danny (guitar 2), dan Frank (bass), secara garis besar musik yang mereka mainkan, adalah musik post-hardcore. Namun tentunya digabungkan dengan beberapa unsur musik lain, sehingga tetap menciptakan musik khas, yang akan menciptakan pengalaman tersendiri ketika mendengarkan karya mereka.

Petrichore telah merilis satu nomor lagu berjudul “Sorrow and The End” pada 2 Februari 2024 yang merupakan single untuk album EP perdana mereka bertajuk Vol.1 Destiny. Untuk EP Vol.1 Destiny sendiri masih dalam proses penggarapan. Semoga saja penggarapan mereka segera rampung dan Petrichore segera merilis EP perdana mereka tanpa halangan dan kesulitan apapun.

Dalam single perdananya tersebut, Petrichore bekerja sama dengan Alan dari unit metalcore Kotamobagu Undestroyed dan juga Triejin dari unit industrial rock Manado, Post-Humous, untuk bersama-sama mengisi part dirty vocal. Dua nama yang pastinya sudah tidak asing lagi bagi para penikmat dan pelaku skena musik Bolaang Mongondow Raya bahkan Sulawesi Utara. Untuk mendengarkan Sorrow and The End bisa melalui Spotify dan Youtube.

Tentang Sorrow and The End

Dengan lirik full berbahasa Inggris, “Sorrow and The End” dibuka dengan petikan gitar dan vokal penuh emosi yang menggambarkan rasa sakit yang begitu dalam. Bukan tanpa alasan, vokal teriakan kelam dan terasa depresif tersebut juga merepresentasikan dari makna “Sorrow and The End” itu sendiri.

Dari segi musikalitasnya, “Sorrow and The End” mengingatkan kita akan beberapa band-band besar dari skena post-hardcore dan screamo, seperti Bring Me The Horizone era album Count Your Blessing, SeeYouSpaceCowboy, hingga Wristmeetrazor.

Itu juga berkat kiblat bermusik mereka yang banyak dipengaruhi oleh karya-karya dari Bring Me The Horizon hingga Killing Me Inside, era vokal Faizal Permana. Nuansa screamo yang sangat terasa, pastinya akan membuat para pendengar yang sudah berumur akan merasa nostalgia, seakan kembali ke masa kejayaannya, dan para pendengar muda akan semakin tenggelam dalam alunan musik yang begitu emosional.

“Sorrow and The End” menunjukan pembuktian bahwa rasa sakit tidak harus ditumpahkan lewat lagu galau dan melow, atau dalam artian musik keras juga bisa menjadi sarana untuk membuang energi galau dari teman-teman. Tambahan vokal dari Alan Undestroyed dan Triejin Post-Humous, menambah warna dan keunikan dari single “Sorrow and The End”.

Growl dan teriakan dengan ciri khas masing-masing dari mereka berdua, dengan porsi yang pas, tentunya makin menegaskan makna lagu yang mereka bawakan. Akhirnya perpaduan tersebut, ditambahkan dengan clean vocal pada bagian reff dan part jeda sebelum kembali masuk ke part yang lebih gahar, membuat “Sorrow and The End” memiliki nilai tambah sendiri berkat ciri khasnya dan warna baru dalam menghiasi skena permusikan indipenden Kotamobagu.

Berangkat Dari Trauma

Di atas, beberapa kali saya menyinggung tentang rasa galau. Karena “Sorrow and The End” sendiri memang berisikan tema kegalauan dalam liriknya. Namun, tentunya bukan kegalauan tentang pasangan atau cinta-cintaan. Kegalauan yang dijelaskan Petrichore dalam “Sorrow and The End” adalah perasaan galau atau lebih tepatnya kegelisahan karena rasa penasaran dengan apa yang dirasakan individu ketika dalam fase menit-menit akhir hidupnya.

Bukan hanya itu, “Sorrow and The End” adalah sebuah pengalaman, buah trauma dari penulisnya sendiri. Yakni pengalamannya ketika melihat temannya menghembuskan nafas terakhir di depan matanya.

“Menurut gua sendiri, ‘Sorrow and The End’ itu sendiri menceritakan tentang kegalauan, kesedihan gua ketika lagi main sama teman-teman, kita kan hobinya motor, terus balapan, nah itu terus ada temen yang jatuh dan meninggal di depan gua, ” tutur Irwin sang penulis lagu Sorrow and The End.

“Selain menjadi representasi rasa galau akan fase menghadapi kematian, gua sendiri mendedikasikan lagu ini, dan membuat lagu ini sebagai tribute buat temen gua. Karena apa yang dia rasakan, gua liat betul-betul di depan mata gua, dan gua yang bawa badannya ke puskesmas waktu itu,” kenangnya.

Jadi, pada intinya Sorrow and The End sendiri menceritakan tentang sebuah perasaan kelam tentang rasa traumatis melihat kepergian orang terdekat di depan mata kita sendiri. Pembuangan energi negatif itulah yang membuat lagu ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Itulah dia tulisan dari Metallagi.com sedikit memperkenalkan tentang Petrichore dengan single pertama mereka bertajuk Sorrow and The End. Petrichore menjadi salah satu pembuktian dan tolok ukur, bahwa musik post-hardcore belum benar-benar punah, dan yang terpenting mereka juga menjadi bukti bahwa skena indie permusikan Kota Kotamobagu, dan Bolaang Mongondow Raya itu ada, dan akan terus melahirkan talenta-talenta dan karya-karya yang tidak boleh dipandang sebelah mata.

Imam Muharis

Seorang pengelana yang menapaki jalan spiritual dalam dunia musik, khususnya musik yang kelam dan gelap. Sapa di facebook Imam Muharis Kastoredjo

    Tinggalkan komentar

    Artikel Terkait