Flames inheritance (FI) merupakan one-man band melodic death metal asal Surabaya yang cukup memanjakan telinga. Teman-teman sudah bisa mendengarkan album perdana mereka “Forest Church” di berbagai platform musik digital.
Saya dengan Agung Widyantara (mastermind dari FI) memang sudah saling mengenal ketika saya menyambangi Surabaya di 2019. Kami sempat bertemu dan berdiskusi di kota tersebut. Kali ini via virtual, saya berkesempatan berdiskusi lagi dengan beliau. Simak interview-nya di bawah ini.
Q: Saya sebenarnya cukup ketinggalan karena sudah jarang berseluncur di media sosial, tapi nama Flames Inheritance sudah tidak asing lagi di telinga sejak tahun lalu. Bagaimana awal mula band ini terbentuk?
A: Ide awalnya pada tahun 2016 ketika saya tahu band US bernama The Neologist, mereka hanya memiliki dua personil. Saya rasa semakin banyak kepala maka band akan semakin kompleks dan tak jarang bahkan terhambat. Jadi saya membentuk FI dengan motif ingin menuangkan karya saya, dan entah kenapa saat itu saya klik dengan musik dari band In Flames. Karena saya rasa, apa yang saya dengarkan saat itu tidak sepenuhnya diterima oleh teman sebaya saya, mereka lebih cenderung menyukai apa yang sedang tren.
Q: Anda berdomisili di Bali setahu saya sekarang, di kesempatan apa proses perekaman album perdana FI digarap? Dan bagaimana prosesnya?
A: Proses rekaman dimulai dari tahun 2020 hingga 2021 tepat 12 bulan (dari bulan Mei 2020 ke Mei 2021). Saya menyelesaikan rekaman 1 hari sebelum saya berangkat ke Bali. Jadi ketika saya sampai di Bali, urusan rekaman sudah beres. Karena proses album terjadi saat kondisi Pandemi covid, pemilik studio rekaman (Rambpage) mengalami gejala covid sehingga proses mixing–mastering sempat terhambat hingga menjelang akhir 2021.

Q: Selain melodic death metal, saya mendengarkan vibe Dissection di beberapa kesempatan ketika mendengar single FI, apakah ini juga terpengaruh dengan asosiasi anda dengan grup-grup black metal?
A: Mungkin saya korban film Lord of Chaos, hahaha. Pengaruh tersebut (black metal) terjadi secara perlahan karena saya tidak langsung tertarik kepada Dissection walaupun saya hanya pernah mendengar Dissection di Tahun 2012. Di Surabaya sendiri saat itu saya tidak berasosiasi dengan musisi black metal, saya hanya tahu Lord Morgan dari Dry saat itu dan ketika saya mendengar Dry dan Dissection saya merasa ada kedekatan dengan musik melodic death. Dari sana saya mencoba mengasosiasikannya dalam aransemen lagu-lagu di Flames Inheritance.
Q: Seberapa serius FI? Apa visi kedepannya? Apakah grup ini punya pakem perfomance yang ciamik kedepannya? tur misalnya?
A: Niat untuk berkarya di FI selalu ada. Setiap hari saya memikirkan akan seperti apa FI kedepan, masalahnya hanya ada di dana saja,hahaha. Baru baru ini saya sempat merekam satu lagu demo. Untuk tur atau performance saya tidak sepenuhnya memikirkan, Seperti Quorthon dari Bathory yang tidak mengedepankan live performance, haha.
Q: Dari aspek teknis, sound dari band ini sangat segar terutama drum, apa saja tantangan yang di alami ketika mempersiapkan album ini? Atau apakah materi-materi didalamnya adalah kumpulan dari proses perilisan single sebelumnya?
A: Bisa dibilang FI adalah kenekatan saya, saya bukan penyanyi, saya sangat gagap teknologi, saya berlatih gitar tanpa sound dan FX, saya datang ke studio dan bekerja sama dengan pihak studio, pada akhirnya urusan sound saya serahkan kepada mereka sepenuhnya.

Q: Sejak kapan tertarik dengan musik metal melodius? Apa saja band yang mempengaruhi musik FI, dan bagaimana anda meramu musik agar tetap terdengar otentik? Apakah ada bumbu tertentu?
A: Mungkin 2010-an ketika saya mendengar band band seperti Arch Enemy, Children of Bodom, Beside (Indonesia), dan Kataklysm. Dari situlah saya tahu istilah melodic death metal. Untuk meramu musik melodic death, saya belajar selama 3 tahun untuk fokus mendengarkan melodic death metal ala Band-band sejenis In Flames. Banyak hal yang tidak bisa saya jelaskan dengan kata-kata, yang jelas Flames Inheritance bukan band “sekarang suka sekarang bikin”…saya benar benar butuh waktu untuk belajar karakter musiknya sampai akhirnya terbentuk band ini (FI).
Q: Label di Indonesia tidak banyak, bagaimana eksplorasi FI terkait ini? Atau apakah lebih prefer ke perilisan pribadi?
A: Saya sempat menawarkan materi FI ke beberapa label, ada yang tertarik ada yang tidak dan itu hal wajar. Saya tidak menutup diri jika ada label yang mau bekerjasama merilis asalkan label tersebut progresif.
Q: Apa motif utama FI? apakah kalian melihat banyak potensi dari musik Melodic death metal khususnya di Indonesia?
A: Motifnya hanya ingin memainkan genre yang saya suka.
Q: Bagaimana dengan perkembangan musik melodic death metal Indonesia? Adakah tanggapan atau saran untuk mendengarkan band apa saja?
A: Melodic death metal di Indonesia cukup banyak, tapi kebanyakan “The Black Dahlia Murder” wanna be. Mereka berkutat pada kecepatan dan skill, namun ada juga yang klik di telinga saya. Melodic death bagi saya adalah genre yang cukup fleksibel, mau diberi bumbu black metal cocok, mau agak doom ala ala Amorphis atau Paradise Lost cocok, mau dikasih unsur synth atau symphony juga cocok, dan lain-lain. Saran saya sih, kenali root-nya dulu. Apa saja yang membentuk musik tersebut agar dikategorikan melodic death metal, karena biar bagaimanapun sampai saat ini saya masih belajar juga.
Kalau mau dengerin, klik deh album Flames Inheritance di sini.
*Artikel ini adalah advetorial

Satu pemikiran pada “Lebih Dekat dengan Flames Inheritance, One Man Death Surabaya”