Musik yang seharusnya menghantam kemunafikan, kadang justru jadi tempat nyaman bagi seksis bersembunyi. Kini saatnya skena musik bawah tanah tak hanya teriak tentang sistem yang bobrok, tapi juga berani berkaca dan melawan seksisme.
Seksisme belum benar-benar mati. Ia bertranformasi menjadi lebih halus dan sering kali dibungkus dalam guyonan, norma sosial, atau bahkan tradisi.
Feminisme hari ini berdiri di persimpangan, di satu sisi dirayakan sebagai simbol kemajuan, di sisi lain terus dicibir sebagai bentuk pembangkangan terhadap kodrat. Perempuan masih harus membuktikan keberadaannya di ruang yang didominasi laki-laki—tak terkecuali di ruang ekspresi dan kesenian, tempat mereka seharusnya bebas dari penghakiman.
Salah satu ruang itu adalah skena musik underground, yang sejak dulu dikenal sebagai kanal ekspresi kemarahan dan perlawanan. Ironisnya, ketika panggung yang mengusung kebebasan justru menyisakan luka: jumlah perempuan yang hadir masih minor, dan lebih menyedihkan lagi, tak sedikit yang mengalami pelecehan baik secara verbal maupun non-verbal.
Musik yang seharusnya menghantam kemunafikan, kadang justru jadi tempat nyaman bagi seksis bersembunyi. Kini saatnya skena musik bawah tanah tak hanya teriak tentang sistem yang bobrok, tapi juga berani berkaca dan melawan seksisme.
Ctrl Freaks Melawan Seksisme

Berangkat dari keresahan terhadap diskriminasi gender dan seksisme di lingkungannya, Ctrl Freaks asal Makassar merilis debut single berjudul “Obscene” secara digital pada 20 April 2025 di bawah naungan label Deaf Records. Lagu yang berdurasi dua setengah menit ini digarap di Shivers Audio Records dan akan menjadi gerbang menuju mini album perdana mereka.
Lagu ini adalah teriakan feminisme radikal yang menolak tunduk, menyerang balik maskulinitas toksik, dan menegaskan hak penuh atas tubuh dan martabat perempuan—dengan bahasa yang kejam dan tanpa kompromi. Ini lahir dari keresahan Mutiara Saputri, sang vokalis, atas seksisme di sekitarnya.
“Kubuat itu lirik karena masih marak pelecehan yang terjadi dan orang normalisasikan hal tersebut,” ungkapnya.
Musikalitas menggebu racikan Taufiq Wira Pratama (gitar) dan Lathief Z (drum) menyajikan sound kasar menghampiri ‘mentah’. Sound itu mengganggu rasa nyaman, seolah mengguncang dan menampar atensi pendengar untuk menerima urgensi pesan yang ingin disampaikan melalui teriakan vokal Mutiara Saputri yang tajam dan penuh amarah.
Meski treknya terbilang cukup pendek dan belum mencapai titik di mana pendengar dibuat meledak, lagu ini menjanjikan konsep yang jelas dan terarah. Jika Ctrl Freaks mampu konsisten dengan hal tersebut, tidak menutup kemungkinan mereka bisa menjadi wajah baru bagi skena musik hardcore Sulawesi Selatan.
Trio yang pertama kali terbentuk di awal tahun 2025 atas inisiasi Lathief ini memiliki visi membangun lanskap hardcore yang gelap, ‘mentah’, dan tidak monoton. Meski belum pernah menjajal panggung dan tampil bersama secara live, para personel Ctrl Freaks sebetulnya sudah cukup khatam dengan ingar-bingar pentas musik lokal ketika bersama bandnya masing-masing.
Konsep dan tema lirik yang berkutat pada feminisme dan perlawanan terhadap seksisme diharapkan dapat mewakili suara-suara sumbang para perempuan di luaran sana yang mengalami diskriminasi dan pelecehan. Dan semua perlawanan tersebut akan dirangkum dalam EP mendatang. “You are nothing without women.”
Lirik “Obscene”
Obscene!
We call you obscene
I love my clothes
It’s up to me!
Your brain is dirty
Humiliating
Obscene!
We call you obscene
Soul destroying
Disrespect woman
Men are wild
Have no mind
Come on and fight!
Come on and fight!
Obscene!
You always thought
You guys were scary
But you are nothing without women
I hope you all burn in hell
Fucking Bitch!
