Inferiority Complex: Warisan Kolonial yang Masih Menghantui Musik Lokal

Syaifullah Maruf 22 Januari 2025

Padahal, sering kali motivasi di balik konten semacam itu hanyalah untuk menarik penonton, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna media sosial terbesar di dunia. Bagi banyak youtuber luar, membahas hal-hal terkait Indonesia adalah strategi untuk mendapatkan engagement tinggi, bukan karena ketertarikan mendalam terhadap budaya lokal.

Kurangnya kebanggaan terhadap budaya lokal menjadi salah satu alasan utama fenomena ini. Banyak orang Indonesia lebih mudah merasa bangga jika karya dari negaranya diakui oleh pihak luar, dibandingkan menghargai karya tersebut berdasarkan kualitasnya sendiri.

Media lokal juga turut andil dalam memperkuat pola pikir ini dengan membesar-besarkan perhatian dari luar negeri, menciptakan kesan bahwa pengakuan tersebut luar biasa. Sayangnya, perhatian semacam itu sering kali bersifat dangkal, berfokus pada sensasi ketimbang penghargaan mendalam terhadap budaya atau karya lokal.

Apa yang Bisa Kita Dilakukan?

Mengatasi inferiority complex dalam ranah musik lokal memerlukan langkah-langkah strategis yang berfokus pada edukasi, peran media, dan pembentukan kebanggaan budaya. Salah satu cara utamanya adalah meningkatkan literasi musik lokal. Masyarakat perlu diberikan akses dan pemahaman yang lebih mendalam tentang karya-karya musisi dalam negeri, sehingga mereka dapat mencintai dan menghargai musik lokal tanpa perlu membandingkannya dengan band internasional. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan, festival musik lokal, hingga program media yang menampilkan sejarah dan keunikan musik Indonesia.

Peran media juga menjadi kunci penting dalam perubahan ini. Media harus bertanggung jawab untuk berhenti menggunakan perbandingan dengan band internasional sebagai alat pemasaran. Sebaliknya, mereka harus mengangkat narasi tentang keunikan band lokal, menyoroti perjalanan kreatif mereka, dan mempromosikan identitas khas yang membedakan mereka dari band lain. Langkah ini dapat mendorong masyarakat untuk melihat nilai asli dari musik lokal sebagai sesuatu yang autentik dan tidak perlu dibandingkan dengan karya internasional.

Selain itu, membangun kebanggaan terhadap budaya lokal adalah langkah jangka panjang yang harus dimulai sejak dini. Pendidikan formal maupun informal perlu menanamkan rasa bangga terhadap seni dan budaya Indonesia, termasuk musik.

Diskusi kritis, seperti artikel ini, juga dapat menjadi awal yang baik untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap musik lokal. Dengan kombinasi edukasi, media yang bertanggung jawab, dan kebanggaan budaya yang kokoh, inferiority complex terhadap musik lokal dapat diminimalkan secara signifikan.

Banggalah dengan Karakter Kita Sendiri!

Fenomena menyama-nyamakan band lokal dengan band internasional, atau mencari validasi dari youtuber luar, adalah cerminan inferiority complex yang telah mendarah daging. Sudah saatnya kita berhenti mengukur kualitas karya lokal dengan standar luar dan mulai melihat keunikan mereka sebagai kekuatan. Mari mulai hari ini, rayakan karya anak bangsa karena keunikan dan kualitasnya sendiri—karena di situlah identitas sejati kita berada.

Syaifullah Maruf

Penulis adalah kontributor tetap di Disiden Bisu dan cukup sering menjadi penulis lepas di beberapa media cetak/online Sulawesi Selatan.

Tinggalkan komentar

Artikel Terkait