Perkembangan DSBM
Apa yang pada akhirnya terdengar bagi orang awam adalah simply bahwa bandDSBM menggunakan black metal sebagai musik ekstrim yang mendukung tindakan suicidal, self-harm, dan lain sebagainya. Tentu saja, ketika musik seperti ini muncul ke permukaan, akan terjadi bias karena semua orang punya worldview yang berbeda-beda dalam hal merespons sesuatu.
Terlebih karena para pelaku musiknya jarang menjabarkan maksud dan tujuan mereka mempresentasikan ide bunuh diri dalam karya mereka. Ini merupakan sesuatu yang harus dicerna secara dewasa, sebenarnya sama dengan ketika kita mencerna subgenre ekstrim lain.
Bila kita bisa membandingkan ekstrimitas itu dalam sejarah musik keras, tidak hanya genre ini yang secara eksplisit menggunakan fenomena bunuh diri sebagai tema utama mereka, sebut saja musisi seperti GG Allin yang memang punya karakter misantropis yang kuat, radikal, dan destruktif. Musisi-musisi DSBM pada umumnya akan terlihat sebagai peniru bila dibandingkan dengan sosok ini.
Atau tidak jauh-jauh, para kombatan legendaris yang benar-benar mengakhiri hidupnya seperti jon nodtveidt (Dissection), atau Pelle Ohlin (Mayhem). Nama-nama tersebut benar-benar secara praktikal memperlakukan bunuh diri sebagai tujuan akhir petualangan musikal mereka secara spiritual (para pembaca bisa saja mencari list musisi black metal yang benar-benar melakukan bunuh diri).
Maka yang terjadi adalah para pelaku DSBM terlihat sebagai pecundang yang menjual omong kosong atau setidaknya mengeksploitasi fenomena bunuh diri. Akan tetapi, apakah kenyataan seperti itu cukup mengevaluasi keseluruhan dari subgenre radikal ini? Sepertinhya tidak…
Di tahun 2000-an, seorang musisi Swedia bernama Nattramn menggunakan musik ambient sebagai salah satu dari terapi medisnya. Proyek solo itu bernama Diagnose:lebensgefahr, yang album perdananya dirilis 2007. Nattramn adalah salah satu personil band DSBM era awal bernama Silencer yang terkenal dengan teknik vokalnya yang high-pitched, dengan karakter anonimnya yg penuh dengan rumor.
Babak baru subgenre ini mulai terlihat ketika beberapa pelakunya mempergunakan musik sebagai coping mechanism personal mereka, atau dalam banyak kasus, menjadikannya semacam terapi spiritual mereka sama seperti apa yang dilakukan band-band seperti Hypothermia dan Lifelover yang dimotori musisi DSBM swedia, Kim Carlsson.
Misantropic Dan Black Metal
Corak yang mencolok pula dalam DSBM adalah ketika beberapa band merepresentasikan kecaman dan kejijikan mereka terhadap umat manusia secara kolektif, sesederhana ketika mereka menganggap bahwa manusia adalah spesies yang jahat. Misantropi adalah sudut pandang yang mencoba mengkritik posisi umat manusia di alam semesta.
Contoh paling signifikan adalah ketika kita mengevaluasi peran manusia dalam memperlakukan hewan atau sumber daya alam dengan semena-mena. Seorang misantropis mengkritisi umat manusia karena alasan kegagalan dan keburukan ini.
Ranah paling tepat untuk membicarakan itu dalam musik terdapat dalam musik se-ekstrim black metal dimana eksplorasi kritis itu diijinkan. Para pelakon tidak hanya bebas mengekspresikan sudut pandang tergelap mereka namun bebas pula mengkritisasi kegagalan manusia yang secara umum arogan, dogmatis, berdarah-dingin, dan brutal.
Kegagalan moral ini yang menjadi garis besar tematis sehingga muncul istilah anti-human dalam black metal. Namun, pandangan ini tidak bisa dipandang sebagai ancaman, pandangan misantropis justru adalah bentuk intospeksi, selaras dengan apa yang Plutarch katakan “Ia yang membenci keburukan, membenci umat manusia”.
Dalam studi misantropi filosofis, Dr. Ian james Kidd mendefinisikan misantropi sebagai bentuk kecaman moral yang sistematis. Jadi dari sudut pandang filosofis, misantropi tidak serta merta selalu punya unsur kebencian dan menarget individu, melainkan bentuk kecaman terhadap moral umat manusia secara kolektif.
Lebih jauh menurut Dr. Kidd, kita bisa melihat konsistensi seorang misantropis dari jabaran penulis seperti Jonathan swift yang pernah berkata “Aku benci geliat massa umat manusia, namun aku punya ketertarikan yang besar terhadap Tom, Dick, dan Harry”.
Alasan mengapa secara instruktif Swift berkata demikian adalah karena ia masih mampu bersimpati kepada orang lain karena keburukan massa tidak serta merta menginfeksi orang-orang yang ia cintai itu, dan terdapat kontras yang relatif berbeda didalam beberapa orang tersebut dibandingkan geliat massa.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa kebanyakan band dengan tema-tema se-ekstrim misanthropic black metal dan depressive suicidal black metal modern sudah tidak lagi mengangkat tema ini dan menggalinya secara akademis dan artistik dengan ragam sudut pandang dan hanya mampu mengolah tema-tema se rumit itu menjadi sebatas produk untuk dijual saja.
Banyak band yang tidak punya corak baru sehingga para audience sulit membedakan karakteristik band satu dengan band-band lain yang sudah ada. Ini karena tema-tema segelap itu memang punya ragam eksplorasi yang sangat luas dan diperlukan evaluasi yang lebih dalam, perdebatannya harus terus berlangsung.
Suatu tindakan seperti bunuh diri merupakan tindakan final yang serius, apalagi ketika seseorang punya pandangan bahwa kematian yang disengaja adalah hal yang baik, potensi paling ekstrim dari kedangkalan akan pandangan tersebut bukanlah hal yang sepele.
Saya mungkin akan mengakhiri artikel ini dengan kutipan yang muncul dikepala saat menulis: “Hari ketika seseorang tidak lagi peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain, adalah hari dimana ia merenggut hidupnya sendiri”.
