Kinia Rilis Single Copy/Paste, Kritik Tajam atas Budaya FOMO

Syaifullah Maruf 3 Maret 2025

Dalam kancah musik global, di mana orisinalitas seringkali dikorbankan demi relevansi instan, muncul Kinia, band hardcore asal Kendari yang menolak tunduk pada arus utama.

Kinia bukan sekadar tambahan dalam lanskap musik keras Indonesia, tetapi sebuah entitas yang secara tegas menolak mentalitas ikut-ikutan. Debut single mereka “Copy/Paste” adalah manifestasi keresahan terhadap fenomena bandwagon effect—sebuah kritik terhadap individu yang membiarkan dirinya dikendalikan oleh tren tanpa mempertanyakan esensi dari apa yang mereka ikuti.

Identitas Tanpa Tiruan

Nama Kinia diambil dari nama sebuah senjata seperti perisai tradisional suku Tolaki, tetapi band ini menegaskan bahwa mereka tidak membawa filosofi mendalam di balik nama tersebut. Justru, pemilihan nama ini lebih merupakan bentuk penghormatan terhadap Kota Kendari sebagai kota asal mereka sekaligus karena Kinia terdengar lugas dan mudah diingat. Identitas mereka tidak lahir dari konsep yang dipaksakan, melainkan dari keinginan untuk membentuk karakter yang tidak terikat pada konvensi tertentu.

Secara musikal, Kinia terpengaruh dari band-band seperti Missing Link dan Year of the Knife. Namun, mereka bukan sekadar pengikut jejak band-band ini. Dengan karakter Swedish tone yang diusung oleh gitaris Farid Anggara, mereka membangun sound yang mencerminkan apa yang ada dalam imajinasi mereka, bukan sekadar meniru. “Kinia ya Kinia, bukan yang lain. Kami menjadikan berbagai sumber sebagai referensi tapi tidak untuk meng-copy karena Kinia punya gaya sendiri,” tegas Angga.

FOMO dan Distorsi Kesadaran

Lagu “Copy/Paste” ditulis oleh vokalis Andi Irwan sebagai kritik terhadap budaya fear of missing out [FOMO], sebuah istilah yang mengartikan sikap banyak orang cenderung mengikuti arus tanpa mempertimbangkan substansinya. Dalam perspektif yang lebih luas, ini bukan hanya soal tren dalam musik atau budaya populer, tetapi juga fenomena sosial yang lebih dalam—bagaimana orang-orang begitu mudah larut dalam euforia massal tanpa mempertanyakan narasi yang disodorkan kepada mereka, bandwagon effect.

Selain kritik atas FOMO, lagu ini juga menyinggung tentang bagaimana opini publik dapat dengan mudah dimanipulasi melalui pengalihan isu. Ini mencerminkan kecenderungan masyarakat yang sering kali kehilangan fokus terhadap hal-hal esensial akibat bombardir informasi yang tidak tersaring. Melalui lirik yang tajam, Kinia berusaha membangun kesadaran bahwa tidak semua yang ramai diperbincangkan layak untuk diikuti.

“Copy/Paste” bukan sekadar lagu, melainkan sebuah tamparan bagi mereka yang kehilangan identitas dalam arus tren yang terus bergulir. Liriknya berbicara tentang individu-individu yang kehilangan dirinya sendiri, menjadi sekadar cangkang kosong yang hanya meniru tanpa memahami esensinya. Begini liriknya:

“Everything’s blur
Take them over
They became what you like

Knowing nothing
Lost their self
Just doing copy/paste

Kritik terhadap budaya bandwagon effect ini semakin tajam dalam bait berikutnya:

In the shadow hide your face
Another clone in digital race
No voice no soul just hollow shell
Trap in a circle personal hell”

Kinia melihat bagaimana orang-orang terperangkap dalam siklus infernal yang mereka buat sendiri. Media sosial telah menciptakan sebuah ruang di mana individu hanya meniru tanpa benar-benar memahami apa yang mereka ikuti. Bahkan ini bukan sekadar masalah di dunia digital, tetapi juga dalam konsumsi budaya secara luas, termasuk musik.

“Kenapa harus bertahan kalau semua yang kita punya sudah hilang?” demikian pertanyaan yang dilontarkan di bagian lirik lagu ini, menggambarkan betapa absurditas ini seharusnya cukup untuk membuat kita mempertanyakan eksistensi kita sendiri.

Apa itu FOMO dan Bandwagon Effect?

Kinia

FOMO (Fear of Missing Out) adalah fenomena psikologis di mana individu merasa cemas atau takut ketinggalan informasi, pengalaman, atau tren yang dianggap penting oleh orang lain. Dalam konteks skena musik keras, FOMO dapat mendorong musisi dan penggemar untuk mengikuti arus populer tanpa mempertimbangkan preferensi pribadi atau orisinalitas.

Hal ini sering diperkuat oleh media sosial, yang menampilkan berbagai tren dan aktivitas terkini, sehingga meningkatkan tekanan untuk berpartisipasi demi menghindari rasa tertinggal. Akibatnya, keputusan untuk mendukung band atau genre tertentu mungkin lebih didasarkan pada keinginan untuk menyesuaikan diri dengan mayoritas daripada apresiasi tulus terhadap musik itu sendiri.

Sementara itu, bandwagon effect merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mengadopsi ide, gaya, atau perilaku tertentu karena banyak orang lain melakukannya. Dalam skena musik keras, efek ini dapat menyebabkan homogenisasi, di mana band-band baru cenderung meniru gaya yang sedang populer agar lebih mudah diterima oleh komunitas. 

Hal ini mengakibatkan kurangnya inovasi dan keberagaman dalam genre tersebut, karena musisi lebih memilih mengikuti formula yang sudah terbukti sukses daripada mengeksplorasi sound atau konsep baru. Selain itu, penggemar mungkin merasa tertekan untuk menyukai band atau subgenre tertentu hanya karena popularitasnya, bukan karena kesesuaian dengan selera musik pribadi mereka. 

Scene Hardcore Kendari: Terabaikan, tetapi Tetap Bertahan

Kendari bukan kota yang dikenal luas sebagai pusat pergerakan musik hardcore di Indonesia. Meski demikian, menurut para personel Kinia, skena hardcore di sana sebenarnya cukup banyak peminatnya. Sayangnya, keterbatasan wadah dan absennya acara hardcore yang rutin membuat eksistensi mereka kurang mendapat sorotan. Namun, hal ini tidak menghalangi Kinia untuk terus berkarya. Meskipun harus berbagi panggung di gigs yang tidak sepenuhnya mengakomodasi hardcore, mereka tetap menjalani perjalanan ini dengan keyakinan penuh terhadap musik yang mereka mainkan.

Saat ini, Kinia telah memiliki empat lagu, meskipun baru “Copy/Paste” yang telah selesai melalui tahap mixing dan mastering. Ke depannya, mereka berencana merilis lebih banyak materi, entah dalam bentuk single tambahan atau langsung EP.

Tur panggung dan kolaborasi dengan musisi lain tentu ada dalam agenda mereka, tetapi tidak dalam waktu dekat. Mereka masih ingin membangun fondasi yang kuat sebelum melangkah lebih jauh. Namun, satu hal yang pasti: mereka selalu terbuka untuk kemungkinan eksplorasi yang lebih luas.

Kinia menjadi Resistensi terhadap Budaya Tiruan

Terbentuknya Kinia bermula dari keinginan Andi Irwan untuk kembali menyalurkan hasrat bermusiknya setelah pindah ke Kota Kendari. Semangat ini mendorongnya untuk mengajak Muhammad Aidil Fitrah bergabung sebagai pemain bass, yang kemudian merekrut Farid Anggara untuk mengisi posisi gitaris. Tak lama berselang, formasi band semakin solid dengan masuknya Wahyu Danang Irawan sebagai drummer. Meski beberapa dari mereka baru saling mengenal, kesamaan referensi musik membuat proses kreatif berjalan lebih cepat dan dinamis.

Kinia tidak hadir untuk menjadi gelombang baru dalam skena hardcore, tetapi lebih sebagai resistensi terhadap mentalitas instan yang membuat banyak individu kehilangan identitasnya. Mereka bukan band yang lahir dari konstruksi artifisial demi validasi instan. Mereka hadir sebagai antitesis terhadap budaya “Copy/Paste” yang merajalela—baik dalam musik maupun dalam kehidupan sosial.

Dengan sikap yang teguh dan musikalitas yang terarah, Kinia menegaskan bahwa mereka bukan sekadar pengikut gelombang, melainkan pembentuk gelombang itu sendiri. Dan di tengah scene yang masih mencari bentuknya, Kinia adalah perisai bagi mereka yang menolak tunduk pada arus.

Lirik Lagu “Copy/Paste”

This ain’t a song for fake people
Let’s go!

Everything’s blur
Take them over
They became what you like

Knowing nothing
Lost their self
Just doing copy/paste

In the shadow hide your face
Another clone in digital race
No voice no soul just hollow shell
Trap in a circle personal hell

Just copy and paste
All we had to give is gone
Why the fuck should we hold on
Should we hold on
Can’t be what you want to be
What you want to be?

Bleghh

Just doing a copy/paste

Bleghh

Just doing a copy/paste

Take them over! Just doing a copy/paste
Take them over! Just doing a copy/paste
Lost their self
Fuck you and go
copy/paste

 

Syaifullah Maruf

Penulis adalah kontributor tetap di Disiden Bisu dan cukup sering menjadi penulis lepas di beberapa media cetak/online Sulawesi Selatan.

Tinggalkan komentar

Artikel Terkait