“Suara ini akan mengusik telinga paduka, menjelma energi pembangkang penuh murka, mari kamerad mainkan kakofoni, kita durhakai tatanan penuh ironi – Manifesto”
I Ghenggona Langi, seakan murka melihat pulau Sangihe yang dikoyak-koyak proyek tambang emas. Secara emosional, entitas yang dipercaya masyarakat Sangihe sebagai pencipta alam semesta itu, seakan menyatu dalam musik yang diciptakan oleh Calvarium, unit black metal Sulawesi Utara.
Mereka menciptakan “Manifesto” yang rilis pada 1 Oktober 2024. Calvarium menumpahkan amarahnya karena Sangihe yang secara hukum dengan jelas dilindungi negara melalui putusan MA tahun 2023 dari tambang emas ilegal, justru malah mengalami penambangan yang semakin meluas hingga menimbulkan kerusakan ekologi yang serius karena pencemaran sianida dan merkuri.
Negara seperti tak punya kuasa, hanya diam membiarkan Sangihe menyambut bencana. Dengan pandangan pagan yang diyakininya, Calvarium membawa musik black metal untuk menggugat kerusakan lingkungan di sekitar daerah mereka tumbuh, Sangihe.
“Manifesto” adalah bentuk sikap keberpihakan mereka melihat Sangihe hari ini yang mengalami krisis ekologi. Kehancuran ekologi juga berarti memulai babak kehancuran kepercayaan dan kearifan lokal. Maka sebelum benar-benar hancur lebur, adalah langkah yang tepat Calvarium menggunakan kearifan lokal di sana sebagai senjata untuk melawan balik keserakahan korporasi yang menjadi akar masalah semua ini.
Lagu-lagu mereka dari album pertama, The Rituals, sudah banyak berbicara soal paganisme hingga secara eksplisit setelahnya merilis lagu “Ghennggonalangi’s Wrath” dan “Manifesto” dua lagu perlawanan terhadap korporasi tambang emas di Sangihe.
Calvarium tidak ingin menjadi apatis dengan hanya berpangku tangan melihat nusa utara Indonesia itu sekarat. Selama dalam kesempatan berkarya mereka dapat menyuarakan isu lingkungan, mereka akan terus bersuara, apalagi menyangkut ruang hidup mereka yang sudah melekat kebudayaannya sebagai identitas.
Jika tidak disuarakan, maka hal-hal yang lebih buruk akan bisa terjadi terhadap Sangihe, mengingat kasus ini cukup pelik hingga kematian Bupati di dalam pesawat pada tahun 2021 dikaitkan dengan sikap politisnya menolak tambang emas.
Selain itu, warga yang menolak tambang emas demi menyelamatkan Sangihe harus dihadapakan dengan polisi untuk diringkus seperti yang dialami oleh seorang nelayan bernama Robinson Saul tahun 2022 silam yang berlanjut dianiaya di dalam lapas IIB.
Konsep Bermusik Calvarium Dalam Black Metal

Lirik “Manifesto” yang subversif ditulis oleh Asmodeus (drummer) dan Pangkunang (gitaris) pada bagian setelah verse ke dua (yang dipakai sebagai kutipan pembuka artikel ini) adalah hasutan yang memang harusnya dijalankan oleh masyarakat untuk melawan kapitalisme yang akan membawa kiamat datang lebih cepat ke Sangihe.
Gambaran kehancuran ini, dapat dimaknai melalui artwork “Manifesto” yang digarap oleh Arthedeos. Dalam lirik, Calvarium mengelak untuk dibodohi borjuis dengan iming-iming kesejahteraan ekonomi, yang dalam banyak kasus serupa di berbagai wilayah, keuntungan tambang hanya akan membuat korporasi kaya raya dan membuat masyarakat miskin sekitar lokasi tambang menanggung beban kerusakan alamnya.
Pukulan bass drum-nya yang beruntun adalah representasi dari energi termal kemarahan yang terkonversi menjadi lagu yang luar biasa. Melodi yang ditempel pada lagu, terdengar seperti alarm emergency yang menyebarkan aura kepanikan. Ya, kepanikan yang hanya bisa diredam dengan menghancurkan sumber masalahnya, yaitu watak korporasi yang menghancurkan Sangihe.
Sependek pengetahuan saya, black metal semacam ini, yang membicarakan tentang environmentalisme-eksistensialis sulit untuk ditemukan di Indonesia yang rata-rata hanya membicarakan soal spiritualitas yang diimpor dari tanah Skadinavia yang bahkan beberapa diantaranya kelewat fasis terhadap band-band yang bertolak dari konsep Skadinavian.
Andai semakin banyak band-band black metal semacam Calvarium yang meyuarakan kerusakan alam di lingkungan sekitarnya, ini akan membawa angin segar bagi kebuntuan black metal Indonesia yang hanya berputar di tema-tema yang final isunya. Setidaknya jika ada seribu band black metal seperti Calvarium, ini bisa memperlambat laju kiamat ekologi di Indonesia.
Satu pemikiran pada “Calvarium, Black Metal, Dan Manifesto Perlawanan Terhadap Perusak Alam”